Terus Memajukan Pendidikan Kejuruan
Rencana dan upaya Kemdikbud untuk terus mengembangkan pendidikan kejuruan telah di arah yang benar. Perbaikan berkesinambungan harus terus dilakukan agar setiap pemuda Indonesia dapat berkontribusi positif bagi bangsa ini sesuai dengan minat dan bakatnya. Tulisan ini akan membahas secara singkat laporan terbaru sebuah komite di Singapura yang ditugasi Kementerian Pendidikan Singapura mereview pendidikan kejuruannya. Mudah-mudahan dapat digunakan untuk inspirasi dalam upaya perbaikan berkelanjutan pendidikan kejuruan di tanah air.
Â
Pada peresmian Institute of Technical Education (ITE, selevel SMK kita), November 2013, PM Singapura Lee Hsien Long menekankan pentingnya pendidikan terapan (kejuruan) diperkuat agar lulusannya memiliki karier dan prospek kemajuan akademis yang baik. Komite Applied Study in Polytechnics and ITE Review (ASPIRE), diketuai oleh Ms Indranee Rajah (Menteri Negara Senior Hukum dan Pendidikan) mulai bekerja Januari 2014 untuk menjawab tantangan PM tersebut. Dalam sistem pendidikan Singapura, Politeknik dan ITE adalah studi terapan yang diambil pelajar setelah tahap sekolah menengah berdasarkan minat dan bakat mereka (setelah selesai kelas X). Politeknik ditempuh dalam 3 tahun sementara ITE berdurasi 2 tahun. Di Singapura sekitar 30% dari lulusan sekolah masuk ke jalur kejuruan. ITE dan Politeknik sama-sama menekankan keterampilan, namun bobot keterampilan di ITE lebih besar, yakni 70 % sementara di politeknik sekitar 40 %.Selama ini sistem pendidikan kejuruan di Singapura dengan dua keunggulan (penekanan pada pembelajaran terapan dan relevansinya pada dunia kerja dan karir) terbukti menghasilkan lulusan yang sangat dibutuhkan, 90 % lulusannya mendapatkan kerja dalam 6 bulan setelah lulus.
Â
Komite bekerja dengan melibatkan 20.091 pemangku kepentingan – 11.831 pelajar Politeknik, 5.083 pelajar ITE, 1.134 orang tua, 1.496 alumni, 396 pengajar di Politeknik dan ITE, dan 150 guru dan Kepala Sekolah Menengah. Selain itu Komite juga melakukan kunjungan kerja ke Jerman, Swis, Australia, dan Selandia Baru.Komite memberikan 10 rekomendasi untuk peningkatan pendidikan politeknik dan ITE. Sepuluh rekomendasi tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yakni membuat pilihan studi dan karir yang lebih baik, membekali keterampilan yang lebih dalam, dan memberi jalur pilihan yang lebih banyak.
Â
Ada empat hal yang menurut kami perlu diperhatikan dari laporan tersebut:
Â
a. Bimbingan karir yang lebih baik bagi siswa
Â
Siswa di sekolah menengah, politeknik, dan ITE akan mendapatkan bimbingan karir yang lebih baik. Sebuah pilot project  akan diluncurkan pada tahun 2015, yang melibatkan sekitar 40 sampai 50 sekolah menengah, masing-masing akan mendapat satu petugas bimbingan karir yang terlatih. Sementara di setiap politeknik dan ITE akan ada 3-5 petugas bimbingan karir terlatih..
Â
b. Bekerja sambil studi
Â
Pada tahun 2016, tempat kerja sekaligus belajar lanjut akan diperkenalkan bagi mereka yang telah menyelesaikan studi dasar di ITE dan politeknik, meniru model magang di Swiss dan Jerman. Magang ini akan dibuat lebih terstruktur sehingga pengakuan untuk sertifikat menjadi lebih mudah.
Â
c. Subsidi untuk studi pasca diploma
Â
Dukungan lebih lanjut akan diberikan kepada lulusan politeknik mengambil program pasca-diploma pertama mereka. Subsidi akan meningkat menjadi 90 persen dari biaya kursus - dari saat ini 85 persen - bagi mereka yang mengambil sertifikat pasca-diploma pertama mereka dalam program yang dipilih, dua tahun atau lebih setelah menyelesaikan program.
Â
d. Skema pelatihan nasional untuk lulusan Politeknik dan ITE
Â
Sebuah skema pelatihan nasional yang berfokus pada keterampilan industri spesifik akan membantu mereka yang telah menyelesaikan studi dasar di ITE dan politeknik memperdalam pengetahuan dan kemajuan dalam karir mereka.
Â
Singapura dengan investasi yang cukup besar telah mampu meningkatkan kepercayaan diri para lulusan jalur kejuruan, sebelumnya pelajar yang masuk jalur kejuruan sering merasa sebagai pelajar “kelas duaâ€. Harapan dari perbaikan pendidikan kejuruan mengikuti rekomendasi Komite ASPIRE akan meniadakan jarak penghargaan di dunia kerja yang terlalu besar antara lulusan akademis (bergelar) dengan kejuruan. Dengan kondisi itu maka tidak semua lulusan sekolah merasa harus masuk di jalur akademis (masuk universitas). Hal terakhir ini sangat diharapkan, karena disadari oleh pemerintah Singapura bahwa selama ini sebagian besar lulusan ITE maupun Politeknik merasa masih harus meneruskan ke perguruan tinggi karena penghargaan di dunia kerja masih bergantung juga pada ijazah PT.
Â
Sekali lagi, berkaitan dengan upaya Kemdikbud meningkatkan rasio siswa SMK:SMA dan upaya peningkatan pendidikan kejuruan, hasil dan rekomendasi tim ASPIRE di atas mungkin dapat menjadi salah satu inspirasi untuk upaya-upaya peningkatan pendidikan kejuruan di tanah air. Bagi yang berminat, laporan lengkap dapat diunduh di  http://www.moe.gov.sg/aspire/aspire-report/Â